Senin, 31 Maret 2025

Melihat Poster Muktamar Muhammadiyah dari Masa ke Masa

Muhammadiyah (secara harfiah bermakna "pengikut Muhammad") adalah sebuah lembaga Islam di Indonesia yang didirikan oleh K.H. Ahmad Dahlan pada 1912 di Yogyakarta, Hindia Belanda. Lembaga ini bergerak di bidang pendidikan, kesehatan, dan sosial dengan tujuan memajukan masyarakat melalui ajaran Islam yang bersifat lebih modern dan murni. Hingga kini, Muhammadiyah telah mendirikan ribuan sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, dan panti asuhan di seluruh Indonesia.

Setiap lima tahun sekali (sebelumnya setiap tahun dan tiga tahun sekali), Muhammadiyah mengadakan muktamar atau kongres tertinggi untuk membahas kebijakan strategis, arah gerakan, serta memilih ketua umum yang baru. Sejak 1912 hingga 2024, terhitung Muhammadiyah telah melaksanakan sebanyak 48 kali. Setiap kongresnya, Muhammadiyah mengeluarkan poster sebagai keperluan penyiaran dan publikasi kepada masyarakat. Yuk intip beberapa poster Muktamar Muhammadiyah dari masa ke masa!

14-21 Maart 1930, Boekittinggi
Congres Moehammadijah ke-19


Muktamar Muhammadiyah ke-19 yang diselenggarakan di Bukittinggi pada 14-21 Maret 1930 menggambarkan dua orang di tepi pantai melihat ke arah kapal dan surya bersinar bertuliskan Muhammadiyah dalam aksara Arab. Ada gambaran rumah gadang di sisi kanan poster. Uniknya, pada judul poster ditambahkan kata "Minangkabau" yang barangkali untuk menegaskan bahwa muktamar kali ini diselenggarakan di Tanah Minangkabau.

8-16 Mei 1931, Djogja
Congres Moehammadijah ke-20


Muktamar Muhammadiyah ke-20 yang diselenggarakan di Yogyakarta pada 8-16 Mei 1931 menggambarkan sosok Pangeran Diponegoro menunjuk ke arah Masjid Gedhé Kauman dengan latar belakang Gunung Merapi yang mengeluarkan asap. Penggambaran Diponegoro digunakan untuk memperingati seabad Perang Jawa yang berlangsung pada 1825 hingga 1830. Terdapat pula tulisan Arab berbunyi "Hayya 'alal falah" yang bermakna "Marilah kita menuju kemenangan".

Sebuah keunikan lainnya, jika diamati, rangkaian huruf i-j pada kata Moehammadijah terlihat istimewa, huruf i tampak sedikit menumpang pada badan huruf j. Hal ini bukanlah kesalahan, melainkan merupakan praktik tipografi khas Belanda yang disebut diagraf atau ligatur IJ. Adakalanya kedua huruf tersebut malah disambung menjadi satu sehingga tampak seperti huruf y pada penulisan huruf miring.

21-28 Juli 1936, Betawi
Congres Moehammadijah ke-25 (Seperempat Abad)


Muktamar Muhammadiyah seperempat abad yang diselenggarakan di Betawi (Jakarta) pada 21-28 Juli 1936 menggambarkan kereta api dan masjid kecil di belakangnya. Tak terlupa juga ada surya Muhammadiyah di langit sedang memancarkan sinarnya. Penggambaran kereta api di sini bisa dimaknai bahwa perjalanan menuju Batavia oleh peserta kongres kebanyakan menggunakan kereta api. Kereta api di Pulau Jawa sangat bisa diandalkan sebagai moda angkutan darat dan menghubungkan banyak kota besar dan kecil di seluruh Jawa.

8-11 Juli 2000, Jakarta
Muktamar Muhammadiyah ke-44


Muktamar Muhammadiyah Jakarta 2000 adalah kongres pertama yang dilaksanakan pada milenium kedua tahun Masehi. Posternya memiliki kesan yang jauh lebih modern dan minimalis daripada poster-poster awal muktamar Muhammadiyah yang kaya akan unsur ilustrasi. Terlihat angka 44 berpadu dengan ikon Monumen Nasional dalam warna merah, putih, dan emas, dengan latar surya Muhammadiyah di belakangnya.

Minggu, 29 Desember 2024

25 Pepatah Sunda dengan Arti dan Aksara Sunda II

Peribahasa atau pepatah bahasa Sunda merupakan bagian penting dari budaya dan tradisi masyarakat Sunda di Indonesia. Peribahasa Sunda memuat kekayaan ungkapan, kebijaksanaan, dan nilai-nilai budi pekerti yang diajarkan turun-temurun. Melalui peribahasa, orang Sunda mampu menjaga dan melestarikan gagasan dalam kebudayaan mereka, serta mendapatkan pengetahuan dari pengalaman masa lalu untuk diterapkan di kehidupan sehari-hari. Mari kenali 25 pepatah atau peribahasa Sunda berikut ini.


ᮃᮛᮤ ᮃᮌᮙ ᮒᮦᮂ ᮊᮥᮓᮥ ᮏᮩᮀ ᮓᮛᮤᮌᮙ.

Ari agama téh kudu jeung darigama.
Kalau agama itu harus dengan adat istiadat.
— Aturan agama harus berbarengan dengan aturan adat yang berlaku dalam masyarakat.


ᮃᮞ ᮊᮌᮥᮔ᮪ᮒᮥᮛᮔ᮪ ᮙᮓᮥ, ᮊᮅᮛᮥᮌᮔ᮪ ᮙᮨᮑᮔ᮪ ᮘᮧᮓᮞ᮪.

Asa kagunturan madu, kaurugan menyan bodas.
Terasa kebanjiran madu, tertimpa kemenyan putih.
— Mendapatkan kebahagiaan dan keberuntungan yang luar biasa.


ᮘᮒᮧᮊ᮪ ᮘᮥᮜᮥ ᮉᮞᮤ ᮙᮓᮥ.

Batok bulu eusi madu.
Tempurung kelapa berisikan madu.
— Seseorang yang berpenampilan tidak menarik, tetapi memiliki ilmu pengetahuan atau budi pekerti yang baik.


ᮘᮨᮓᮧᮌ᮪ ᮙᮤᮔ᮪ᮒᮥᮜ᮪ ᮙᮥᮔ᮪ ᮓᮤᮃᮞᮂ ᮜᮅᮔ᮪-ᮜᮅᮔ᮪ ᮏᮓᮤ ᮞᮩᮊᮩᮒ᮪.

Bedog mintul mun diasah laun-laun jadi seukeut.
Golok yang tumpul kalau diasah lama-lama menjadi tajam.
— Seseorang yang kurang terampil pun jika rajin berlatih akan jadi terampil juga.


ᮘᮧᮌ ᮕᮤᮊᮤᮁ ᮛᮀᮊᮨᮕᮔ᮪.

Boga pikir rangkepan.
Punya pikiran yang berlapis-lapis.
— Jangan mudah percaya begitu saja kepada orang lain, harus dipikirkan dan diperika beberapa kali terlebih dahulu.


ᮎᮄ ᮓᮤ ᮠᮤᮜᮤᮁ ᮙᮂ ᮊᮥᮙᮠ ᮒᮤ ᮌᮤᮛᮀᮔ.

Cai di hilir mah kumaha ti girangna.
Air di hilir sebagaimana air di hulunya.
— Rakyat/bawahan biasanya akan mencontoh perilaku pemimpin/atasannya.


ᮓᮤᮠᮤᮔ᮪ ᮕᮤᮔᮞ᮪ᮒᮤ ᮃᮑᮁ ᮕᮤᮔᮀᮌᮤᮂ.

Dihin pinasti anyar pinanggih.
Sudah dipastikan baru ditemukan.
— Segala yang akan terjadi sesungguhnya sudah ditetapkan oleh Tuhan YME.


ᮓᮧᮌᮧᮀ-ᮓᮧᮌᮧᮀ ᮒᮥᮜᮊ᮪ ᮎᮅ, ᮌᮩᮞ᮪ ᮌᮨᮓᮦ ᮓᮤᮒᮥᮃᮁ ᮊᮥ ᮘᮒᮥᮁ.

Dogong-dogong tulak cau, geus gedé dituar ku batur.
Menyangga pohon pisang, tetapi ketika pohonnya berbuah diambil orang lain.
— Berniat menikahi seseorang dari lama, tetapi kemudian seseorang itu malah menikah dengan orang lain.


ᮆᮜ᮪ᮙᮥ ᮒᮥᮀᮒᮥᮒ᮪ ᮓᮥᮑ ᮞᮤᮃᮁ, ᮞᮥᮊᮔ᮪-ᮞᮥᮊᮔ᮪ ᮞᮊᮓᮁᮔ.

Élmu tungtut dunya siar, sukan-sukan sakadarna.
Ilmu dituntut, dunia dicari, bersenang-senang sekadarnya.
— Seseorang hendaknya menuntut ilmu, mencari harta benda, dan bersuka ria sewajarnya.


ᮄᮔ᮪ᮓᮥᮀ ᮒᮥᮀᮌᮥᮜ᮪ ᮛᮠᮚᮥ, ᮘᮕ ᮒᮀᮊᮜ᮪ ᮓᮛᮏᮒ᮪.

Indung tunggul rahayu, bapa tangkal darajat.
Ibu pangkal keselamatan, ayah pohon derajat.
— Berbakti kepada orang tua membuat anak selamat dan meraih apa yang diinginkan.


ᮜᮩᮜᮩᮞ᮪ ᮏᮩᮏᮩᮁ ᮜᮤᮃᮒ᮪ ᮒᮜᮤ.

Leuleus jeujeur liat tali.
Tali pancing lentur, tali liat (tidak mudah putus).
— Menyikapi suatu persoalan dengan pertimbangan yang matang dan bijaksana.


ᮜᮧᮘ ᮜᮥᮃᮀ ᮏᮩᮀ ᮓᮜᮥᮃᮀ.

Loba luang jeung daluang.
Memiliki pengalaman dan kertas.
— Seseorang yang mendapatkan pengetahuan dari pengalaman (praktik) dan membaca (teori).


ᮜᮧᮓᮧᮀ ᮊᮧᮞᮧᮀ ᮍᮨᮜᮨᮔ᮪ᮒᮢᮥᮀ.

Lodong kosong ngelentrung.
Ruas bambu kosong nyaring bunyinya.
— Orang yang tidak memiliki ilmu tetapi banyak bicara.


ᮙᮔᮥᮊ᮪ ᮠᮤᮘᮨᮁ ᮊᮥ ᮏᮀᮏᮀᮔ, ᮏᮜ᮪ᮙ ᮠᮤᮛᮥᮕ᮪ ᮊᮥ ᮃᮊᮜ᮪ᮔ.

Manuk hiber ku jangjangna, jalma hirup ku akalna.
Burung terbang dengan sayapnya, orang hidup dengan akalnya
— Setiap makhluk telah dilengkapi dengan kemampuan untuk melangsungkan kehidupannya.


ᮙᮦᮘᮦᮁ-ᮙᮦᮘᮦᮁ ᮒᮧᮒᮧᮕᮧᮀ ᮠᮩᮛᮩᮒ᮪.

Mébér-mébér totopong heureut.
Membuka ikat kepala yang sempit.
— Mengatur pendapatan yang kecil agar bisa mencukupi kebutuhan.


ᮙᮤᮔ᮪ᮓᮤᮍᮔ᮪ ᮘᮩᮍᮩᮒ᮪ ᮊᮥ ᮞᮝᮩᮚ᮪.

Mindingan beungeut ku saweuy.
Menghalangi wajah dengan jaring.
— Berpura-pura tidak melihat kesalahan seseorang.


ᮍᮓᮦᮊ᮪ ᮞᮎᮦᮊ᮪ᮔ, ᮔᮤᮜᮞ᮪ ᮞᮕᮣᮞ᮪ᮔ.

Ngadék sacékna, nilas saplasna.
Menebas dalam sekali tebas, menetak dalam sekali tetak.
— Berbicara apa adanya tanpa dikurangi atau dilebih-lebihkan.


ᮍᮜᮥᮀᮊᮩᮔ᮪ ᮊᮥᮚ ᮊ ᮜᮩᮝᮤ.

Ngalungkeun kuya ka leuwi.
Melemparkan kura-kura ke sungai.
— Mengembalikan seseorang ke kampung halamannya.


ᮍᮨᮓᮥᮊ᮪ ᮎᮤᮊᮥᮁ ᮊᮥᮓᮥ ᮙᮤᮠᮒᮥᮁ, ᮑᮧᮊᮦᮜ᮪ ᮏᮠᮦ ᮊᮥᮓᮥ ᮙᮤᮎᮛᮦᮊ᮪, ᮍᮌᮦᮌᮦᮜ᮪ ᮊᮥᮓᮥ ᮘᮦᮝᮛ.

Ngeduk cikur kudu mihatur, nyokél jahé kudu micarék, ngagégél kudu béwara.
Mengeduk kencur harus meminta izin, mencongkel jahe harus bicara, menggoyangkan pohon berbuah harus memberi tahu.
— Semua urusan yang menyangkut orang lain harus berlandaskan pesetujuan bersama.


ᮍᮥᮊᮥᮁ ᮊ ᮊᮥᮏᮥᮁ, ᮔᮤᮙ᮪ᮘᮀ ᮊ ᮃᮝᮊ᮪.

Ngukur ka kujur, nimbang ka awak.
Mengukur ke badan, menimbang ke tubuh.
— Harus mengenali dan menyadari kemampuan diri sendiri.


ᮞᮤᮛᮥᮀ ᮍᮜᮤᮝᮒᮔ᮪ ᮒᮥᮀᮌᮥᮜ᮪.

Sirung ngaliwatan tunggul.
Tunas tumbuh lebih tinggi dari pangkal pohon.
— Anak yang memiliki harta atau kedudukan lebih tinggi dari orangtuanya.


ᮞᮥᮜᮥᮂ ᮘᮨᮞᮨᮙ᮪ ᮇᮌᮦ ᮃᮛᮤ ᮓᮤᮃᮞᮥᮁ-ᮃᮞᮥᮁ ᮙᮂ ᮠᮥᮛᮥᮀ.

Suluh besem ogé ari diasur-asur mah hurung.
Kayu bakar basah kalau dimasukkan ke dalam api juga akan menyala.
— Orang yang sabar kalau dihina berlebihan juga akan marah.


ᮒᮎᮔ᮪ ᮃᮚ ᮔᮥ ᮍᮔ᮪ᮏᮀ ᮊ ᮕᮌᮦᮒᮧ.

Tacan aya nu nganjang ka pagéto.
Belum ada yang berkunjung ke hari lusa.
— Tidak ada yang tahu tentang apa yang terjadi di masa depan.


ᮒᮩ ᮌᮨᮓᮌ᮪ ᮘᮥᮜᮥ ᮞᮜᮙ᮪ᮘᮁ.

Teu gedag bulu salambar.
Tidak goyah walau satu bulu pun.
— Tidak takut sedikit pun akan ancaman musuh.


ᮒᮩ ᮎᮥᮉᮒ᮪ ᮊ ᮔᮥ ᮠᮤᮓᮩᮀ, ᮒᮩ ᮕᮧᮔ᮪ᮒᮦᮀ ᮊ ᮔᮥ ᮊᮧᮔᮦᮀ.

Teu cueut ka nu hideung, teu ponténg ka nu konéng.
Tidak condong pada yang hitam, tidak miring pada yang kuning.
— Memperlakukan semua kalangan dengan adil dan tidak pilih kasih.


Catatan:

Aksara Sunda digital yang tertulis di sini mungkin memiliki masalah pengurutan aksara rarangkén panéléng (bunyi é) yang seharusnya berada di depan/kiri aksara ngalagena, bukan di belakang/kanannya.

Sabtu, 11 Mei 2024

Perjalanan Lintas Waktu Tipografi Stasiun Tugu

Pada bulan April 2024, begitu saya turun dari Ranggajati di Stasiun Yogyakarta, mata saya langsung tertuju pada suatu papan tanda yang mungkin tidak banyak orang amati. Papan tanda itu adalah papan nama Stasiun Yogyakarta Pintu Timur (keberangkatan kereta api jarak jauh) yang bertuliskan “Jogjakarta”. Untuk pertama kalinya, saya menyadari bahwa fontasi yang digunakan pada papan nama itu sudah diganti dengan yang baru, menggunakan fontasi Arial khas dunia percetakan yang “asal cepat jadi”. Hanya beberapa hari sebelumnya, tulisan masihlah menggunakan desain yang lama. Saya langsung menyayangkan hal tersebut; bukan hanya karena penggunaan fontasi Arial yang terkesan tidak memiliki cita rasa, tetapi juga tergantikannya tipografi lama stasiun Yogyakarta yang ikonik dan memiliki nilai sejarah.

Sebelum digantikan, tipografi lama pada stasiun Yogyakarta menggunakan fontasi bergaya Seni Deko (Art Deco) dengan desain melonjong dan orientasi melebar ke samping; belum teridentifikasi nama fontasi yang digunakan atau malah merupakan sebuah karya kustom. Jika dipandang, corak tipografi ini seirama dengan keseluruhan tema arsitektur Stasiun Yogyakarta yang modern tetapi memiliki sentuhan dekorasi cantik di berbagai sudutnya. Kesemua huruf di papan nama lama disetel kapital dan diakhiri dengan satu tanda titik. Penambahan tanda titik pada papan nama stasiun adalah pengaturan yang tidak lumrah dan barangkali menjadi bernilai keunikan tersendiri. Tanda titik mungkin ditambahkan oleh pembuatnya agar tampak lebih seimbang antara sisi kanan dan sisi kiri dari keseluruhan bentang papan nama.

Dari penelusuran sumber-sumber fotografi lintas zaman, sejak didirikan pada 1887, Stasiun Yogyakarta atau yang juga dikenal sebagai Stasiun Tugu telah mengganti papan namanya berkali-kali. Catatan: tahun-tahun di bawah ini adalah tahun foto diambil atau dipublikasikan dan bukan merupakan tahun berubahnya papan nama stasiun Yogyakarta.

1886
Stasiun Yogyakarta atau Stasiun Tugu terlihat belum dipasangi papan nama. Bentuk gedungnya juga terlihat berbeda dengan yang kita kenali saat ini.

Foto Stasiun Yogyakarta atau Stasiun Tugu pada kurun waktu 1886, koleksi Rijksmuseum.

1935
Stasiun Yogyakarta atau Stasiun Tugu masih belum dipasangi papan nama. Akan tetapi, bentuk gedungnya sudah sama dengan yang kita kenali saat ini.

Stasiun Yogyakarta pada 1935. Foto dari Wikimedia Commons.

1972
Stasiun Yogyakarta telah memiliki papan nama yang tipografinya hampir sama dengan tipografi yang dikenal selama ini, tetapi dengan bentuk huruf yang lebih tegas dan bersudut. Media tipografi juga terlihat berbeda, menggunakan bidang logam yang dipasang ke dinding. Ejaan yang digunakan adalah “Jogjakarta” (terbaca Yogyakarta).

Foto tampak depan Stasiun Yogyakarta dan sebuah lokomotif. Foto oleh Frank Stamford.

1980
Tipografi papan nama Stasiun Yogyakarta berganti ke jenis huruf berkait (serif) dengan warna emas dan berlatar gelap. Ejaan yang digunakan tidak lagi “Jogjakarta” melainkan menggunakan huruf Y menjadi “Yogyakarta”. Penyesuaian ejaan ini mungkin dilakukan untuk berseleras dengan Ejaan yang Disempurnakan.

Stasiun Yogyakarta pada 1980. Foto oleh Agustin Wouters via akun Twitter ikirizky__.

2000-an Awal (?)
Papan nama Stasiun Yogyakarta berganti dengan tampilan fontasi berjenis nirkait (sans-serif). Kemungkinan papan ini adalah format pakem yang juga diterapkan di stasiun-stasiun lain, lengkap dengan logo KAI lama dan angka ketinggian stasiun di atas permukaan air laut. Ejaan yang digunakan adalah “Yogyakarta”.

Tidak ada informasi waktu pada foto di atas, tetapi kemungkinan pada permulaan tahun 2000-an.
Sumber foto dari Salimah Nur.

2008
Tipografi papan nama Stasiun Yogyakarta kembali berganti. Ejaan yang digunakan kembali ke “Jogjakarta”. Rancangan utamanya terlihat mengambil inspirasi dari papan nama yang pernah digunakan pada 1970-an. Huruf-hurufnya tidak terlalu timbul dan langsung menempel ke permukaan dinding tanpa adanya papan yang menjadi alas. Tipografi ini tampaknya merupakan desain yang bertahan hingga tahun 2024 dengan beberapa kali peremajaan.

Wajah Stasiun Yogyakarta pada 2008, terdapat dua papan nama.
Foto oleh Masgatotkaca.
Terdapat papan tambahan di bagian atas bertuliskan “Stasiun Yogyakarta”. Pada foto ini digunakan dua ejaan yang berbeda secara bersamaan.

Stasiun Yogyakarta 2013, foto oleh Crisco 1492.
2024
Fontasi papan nama Stasiun Yogyakarta yang telah digunakan beberapa tahun terakhir diganti ke fontasi Arial berwarna oranye. Hal ini merupakan salah satu dampak dari proyek “beautifikasi” alias pemugaran Stasiun Yogyakarta pada tahun 2024 yang berupaya memperindah berbagai aspek arsitektural dan tata letak stasiun ini.

Fasad Stasiun Yogyakarta pada 2024 setelah bagian papan namanya mendapatkan "beautifikasi".
Sumber foto dari akun Twitter Tirta Cipeng.
Penggantian gaya tipografi papan nama stasiun ini sempat ramai diperbincangkan di media sosial lantaran dianggap tidak selaras dengan kesatuan arsitektur bangunan. Jalur5, media dan komunitas seputar angkutan kereta api, juga memberitakan penggantian ini. Penggunaan fontasi Arial yang tampak wagu di antara unsur bangunan lawas menjadi pokok utama yang hangat dibicarakan. Jika menghendaki desain tipografi yang modern, pihak KAI sebenarnya bisa memanfaatkan fontasi korporat yang telah jamak digunakan untuk keperluan papan petunjuk jalan di area stasiun, yakni Circular Std.

2024 Terbaru
Setelah mendapatkan masukan dari warganet dan mungkin pihak-pihak lainnya, tidak selang berapa lama, papan nama Stasiun Yogyakarta kembali diubah. Namun kali ini rancangan papan nama tidak mengikuti desain tipografi sebelumnya yang digunakan pada contoh 1972 atau 2008 di atas, melainkan memanfaatkan desain yang sudah lama terpajang di bagian dalam Stasiun Yogyakarta.

Tampak depan Stasiun Yogyakarta terbaru yang bertahan hingga saat ini.
Sumber foto @hrpsatya. 
Desain sama persis mengacu pada tipografi papan nama bagian dalam Stasiun Yogyakarta yang bertuliskan “Yogyakarta”, tulisan berukuran besar yang akan terbaca begitu kereta memasuki area stasiun. Tulisan ini dipasang menempel ke dinding atas kawasan pertokoan dekat ruang tunggu penumpang. Rancangan fontasi terlihat tipis dan membulat dengan rupa huruf Y yang unik. Rancangan ini merupakan pilihan yang lebih bijaksana daripada menggunakan fontasi Arial yang sebelumnya dipakai.

Selingan

Keunikan bentuk huruf Y kapital yang agak terlihat seperti huruf y kecil pada tipografi papan nama Stasiun Yogyakarta kemungkinan besar diakibatkan oleh pergantian ejaan.

Huruf Y pada papan nama ini kemungkinan besar dulunya adalah huruf J yang kemudian diberi lengan tambahan,
menyesuaikan perubahan ejaan bahasa Indonesia dari huruf J → Y. Foto oleh akun Twitter @riloop.

Jika diamati lebih dekat, huruf Y pada papan nama di bagian dalam stasiun memiliki tambahan lengan yang tidak terlihat tertempel sempurna. Hal tersebut dapat dijadikan landasan bahwa tulisan mula-mulanya adalah “Jogjakarta” (menggunakan huruf J), tetapi kemudian mendapatkan lengan tambahan sehingga huruf J akan terbaca sebagai huruf Y. Penyesuaian tersebut dilakukan kemungkinan untuk menanggapi perubahan ejaan bahasa Indonesia dari Ejaan Republik yang masih kebelanda-belandaan ke Ejaan yang Disempurnakan (EYD).

Desain tipografi sering kali mampu menandai sebuah zaman. Kita bisa mengetahui kapan sebuah desain tipografi diciptakan atau era apa yang menginspirasinya. Penggunaan ulang desain tipografi warisan terdahulu untuk papan nama Stasiun Yogyakarta dapat dipahami sebagai upaya untuk mengingat dan menghadirkan kembali citra yang lebih sesuai dengan gaya arsitektur keseluruhan bangunan yang klasik. Dekorasi, kaca patri, tipografi, dan semua unsur menyatu bercerita kepada siapa yang mau melihat lebih dekat untuk melalui sebuah perjalanan waktu ketika memasuki Stasiun Tugu.