Kamis, 11 Januari 2024

25 Pepatah Sasak dengan Arti dan Aksara Sasak I

Peribahasa atau pepatah biasanya berupa kalimat pendek yang mengandung maksud tertentu dan telah lama digunakan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Dalam kebudayaan Sasak, Nusa Tenggara Barat, pepatah (disebut sesenggak ᬲᭂᬲᭂᬂᬕᬓ᭄) biasanya mengandung nasihat atau pelajaran yang berharga, serta menggambarkan pengalaman hidup dan kebijaksanaan yang telah diwariskan dari masa ke masa. Pepatah adalah bagian penting dari budaya Sasak yang digunakan untuk menyampaikan pesan secara ringkas namun kuat dalam suatu pembicaraan atau tulisan. Berikut 25 contoh pepatah Sasak disertai dengan arti bahasa Indonesia dan aksara Jejawan Sasak-nya.


ᬳᬳᬶ​ᬅ᭄ᬫᭂᬦᬾᬂ​​ᬢᬸᬜ᭄ᬚᬸᬂ​​ᬢᬶᬮᬄ​ᬳᭂᬫ᭄ᬧ​ᬅ᭄ᬩᬳᬸ᭟

Aiq menéng tunjung tilah empaq bau.
Air jernih, teratai utuh, ikan tertangkap.
— Mencapai suatu tujuan tanpa membuat keributan atau menganggu pihak lain.


ᬳᬳᬶ​ᬅ᭄ᬲᭂᬕᬭᬩᬳᬾᬳᬶᬦᬶᬅ᭄ᬲᬢ᭄᭟

Aiq segare baè iniq sat.
Air laut saja bisa surut.
— Penghidupan atau rezeki itu tidak selalu sama setiap harinya.


ᬳᬮᬸᬃᬤᭂᬗᬦ᭄ᬫᬳᬸᬅ᭄ᬢᭂᬗ᭄ᬓᭀᬭᭀᬂᬳᬶᬢᬫᬳᬸᬅ᭄ᬳᬶᬲᬶ᭟

Alur dengan mauq tengkorong ite mauq isi.
Biarlah orang mendapat kulit kita mendapat isi.
— Ajakan untuk tidak ikut berbuat sesuatu yang buruk, dan tetap tertuju kepada perbuatan baik.


ᬳᬗ᭄ᬓᬢ᭄ᬳᬾᬦ᭄ᬤᬾᬩᬦᬶᬩᭂᬢᬢᬸ᭟

Angkat èndè bani betatu.
Mengangkat perisai berarti berani terluka.
— Seseorang harus berani menanggung perbuatan yang dilakukan.


ᬳᬭᬅ᭄ᬧᬦᬲ᭄ᬧᬲ᭄ᬢᬶᬳᬭᬅ᭄ᬳᬸᬚᬦ᭟

Araq panas pasti araq ujan.
Ada panas pasti ada pula hujan.
— Suka dan duka datang silih berganti dalam hidup.


ᬳᬭᬅ᭄ᬩᭂᬢᬶᬫᬸᬅ᭄ᬳᬭᬅ᭄ᬩᭂᬩᬢ᭄᭟

Araq betimuq araq bebat.
Ada yang ke timur, ada pula yang ke barat.
— Manusia mengerjakan beraneka macam hal untuk mencari penghidupan.


ᬳᬭᬅ᭄ᬢᭂᬮᬸᬳᬭᬅ᭄ᬳᭂᬫ᭄ᬧᬢ᭄᭟

Araq telu araq empat.
Ada tiga ada empat.
— Berawal dari yang sedikit bisa berkembang ke sesuatu yang lebih banyak.


ᬩᬩᬃᬕᬯᬄᬩᬩᬃᬕᬸᬩᬸᬂᬩᬭᬸᬅ᭄ᬩᭂᬢᭂᬫ᭄ᬧᬸᬄ᭟

Babar gawah babar gubung baruq betempuh.
Melalui rimba melalui gunung barulah bertemu.
— Untuk mencapai keberhasilan dibutuhkan runtutan perubahan dan pengorbanan.


ᬩᬗ᭄ᬓᭂᬲ᭄ᬤᬤᬲᬶᬅ᭄ᬫᬓᭀᬫᬳᬶᬅ᭄᭟

Bangkes dade siq mako maiq.
Sesak napas oleh tembakau enak.
— Seseorang yang memikirkan sisi nikmatnya saja, tanpa memikirkan akibat buruknya.


ᬩᬋᬂᬩᭂᬚᬸᬓᬸᬂᬩᬋᬂᬩᭂᬩᭀᬲ᭟

Bareng bejukung bareng bebose.
Bersama bersampan, bersama mendayung.
— Berusaha secara bersama-sama.


ᬘᭀᬯᬾᬅ᭄ᬩᬢᬸᬕᭂᬦᭂᬂᬩᭂᬲᬶ᭟

Cowéq batu geneng besi.
Cobek batu, lesung besi.
— Tidak merasa khawatir dengan kegagalan karena sudah direncanakan dan dipersiapkan yang matang.


ᬓᭂᬮᬶᬯᬢ᭄ᬧᬶᬦ᭄ᬢᭂᬃᬧᬬᬸᬩᭀᬗᭀᬄ᭟

Keliwat pinter payu bongoh.
Terlalu pandai akhirnya bodoh.
— Persoalan yang sesungguhnya kecil tetapi diselesaikan secara berbelit-belit dan rumit.


ᬓᭂᬤᬶᬅ᭄ᬓᭂᬤᬶᬅ᭄ᬫᬲᬶᬦ᭄ᬮᬕᬸᬅ᭄ᬫᭂᬭᬲ᭟

Kediq-kediq masin laguq merase.
Sedikit asin tetapi terasa.
— Walaupun kecil atau sedikit tetapi memiliki manfaat dan peran tertentu.


ᬳᭂᬦ᭄ᬤᬅ᭄ᬚᬳᬸᬅ᭄ᬳᬧᬶ᭞ᬩᬕᬸᬲᬦ᭄ᬚᬳᬸᬅ᭄ᬳᬳᬶᬅ᭄᭟

Endaq jauq api, bagusan jauq aiq.
Jangan membawa api, lebih baik membawa air.
— Jangan menjadi orang yang menyulut perkara, tetapi lebih baik menjadi orang yang membawa pemecahan masalah dan perdamaian.


ᬳᭂᬦ᭄ᬤᬅ᭄ᬓᭂᬭᬶᬲᬅ᭄ᬧᬕᭂᬃᬤᭂᬗᬦ᭄ ᬓᭂᬭᬶᬲᬅ᭄ᬚᬸᬮᬸᬅ᭄ᬧᬕᭂᬃᬫᬾᬲᬅ᭄᭟

Endaq kerisaq pager dengan, kerisaq juluq pager mésaq.
Jangan memperbaiki pagar orang, perbaiki dulu pagar milik sendiri.
— Jangan berusaha membetulkan kesalahan orang, tetapi betulkan dahulu kesalahan sendiri.


ᬜᬶᬳᬸᬃᬢᭀᬯᬅ᭄ᬮᬸᬯᬾᬅ᭄ᬳᬦ᭄ᬲᬦ᭄ᬢᭂᬦ᭄᭟

Nyiur toaq luèqan santen.
Kelapa tua lebih banyak santannya.
— Orang yang lebih tua lebih banyak pengalamannya.


ᬧᬳᬶᬢ᭄ᬧᬳᬶᬢ᭄ᬩᬸᬯᬅ᭄ᬧᭂᬭᬶᬬᬫᬲᬶᬳᬭᬅ᭄ᬩᬳᬸᬦ᭄ᬢᭂᬍᬦ᭄᭟

Pait-pait buaq peria masi araq baun telen.
Meski pahit rasa buah pare, tetapi masih bisa ditelan.
— Meski ucapan atau nasehat seseorang kadang menyakitkan hati, tetapi bisa mendatangkan keuntungan dan kebaikan bagi semua pihak.


ᬧᬭᬦ᭄ᬧᬸᬲᬓᬳᭂᬦ᭄ᬤᬾᬅ᭄ᬳᬶᬦᬶᬅ᭄ᬩᬶᬄ᭟

Paran pusake endèq iniq bih.
Dikira harta benda/warisan tak bisa habis.
— Harta benda berapa pun banyaknya bisa habis jika tidak dijaga dan digunakan secara bijaksana.


ᬧᭂᬧᬤᬸᬧᬶᬮᬾᬅ᭄ᬢᬦ᭄ᬤᬶᬂ᭟

Pepadu pilèq tanding.
Jagoan memilih tanding.
— Orang yang sudah berkemampuan tinggi tidak mau sembarangan memilih lawan. Ia akan memilih lawan yang setimpal.


ᬲᬫ᭄ᬧᬶᬩᭂᬢᬮᬶᬧᭂᬧᬶᬢ᭄ᬫᬦᬸᬲ᭄ᬬᬩᭂᬢᬮᬶᬭᬳᭀᬲ᭄᭟

Sampi betali pepit manusie betali raos.
Sapi terikat tali, manusia terikat tutur katanya.
— Baik buruknya manusia bisa ditentukan oleh lisannya.


ᬲᬶᬧᬢ᭄ᬳᭂᬫ᭄ᬧᬅ᭄ᬧᭂᬲᭀᬧᭀᬅ᭄ᬤᬶᬭᬶᬅ᭄᭟

Sipat empaq pesopoq diriq.
Sifat ikan yang berkumpul.
— Memiliki rasa setia kawan dan persatuan yang tinggi.


ᬲᬶᬮᭀᬅ᭄ᬭᬳᬾᬓᭂᬢᭂᬫ᭄ᬧᭀᬓᬭᬂ᭟

Siloq raè ketempo karang.
Terbakar jerami terlihat batu karang.
— Rahasia walaupun disembunyikan lambat laun akan terbuka.


ᬳᭂᬫ᭄ᬩᬾᬳᬦᬶᬂᬚᬳᬸᬫ᭄ ᬳᬶᬬᬳᬦᬶᬂᬩᭂᬦᬂ᭟

Embè aning jaum, iye aning benang.
Ke mana arah jarum ke sana pula arah benang.
— Rakyat akan mengikuti pemimpinnya jika berlaku adil dan bijaksana.


ᬢᬸᬮᬸᬲ᭄ᬓᬭᬂᬚᬭᬶᬳᬧᬸᬄ᭟

Tulus karang jari apuh.
Biarlah karang menjadi kapur.
— Seseorang yang memiliki keteguhan hati untuk mencapai tujuan dan cita-citanya.


ᬳᬸᬓᬸᬃᬮᬗᬶᬢ᭄ᬓᬤᬸᬢᬶᬚᭀᬅ᭄᭟

Ukur langit kadu tijoq.
Mengukur langit dengan telunjuk.
— Hanya menggunakan perasaan saja, tanpa menggunakan akal sehat.


Jika terdapat salah ejaan bahasa Sasak, baik aksara Latin maupun aksara Sasaknya, mohon kesediaan hati untuk membetulkan dengan mengirimkan pesan di kolom komentar. Terima kasih banyak.


Sabtu, 16 Desember 2023

Belajar Aksara Ogan

Sumbagsel alias Sumatera Bagian Selatan merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang menyimpan kekayaan susastra. Di wilayah ini, aksara turunan Kawi berkembang ke dalam banyak ragam yang memiliki sedikit perbedaan satu sama lain. Walaupun berbeda-beda, terdapat istilah payung untuk menyebut keseluruhan rumpun aksara di wilayah selatan pulau Sumatera ini. Istilah tersebut dikenal dengan aksara Ulu atau kadang juga disebut sebagai Kaganga (diambil dari tiga huruf pertama). Beberapa anggota rumpun aksara Ulu meliputi aksara Lampung, aksara Rejang, aksara Incung, dan yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu aksara Ogan.

Aksara Ogan adalah tulisan yang dikenal oleh masyarakat Ogan di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ilir, dan Ogar Ilir di Sumatera Selatan dan sebagian wilayah Lampung. Akan tetapi, aksara Ogan sesungguhnya tidak terbatas pada suku Ogan saja, melainkan adalah aksara yang dikenal oleh empat suku yang mendiami lembah sungai Ogan, yaitu suku Ogan sendiri, suku Penesak, suku Rambang, dan suku Pegagan. Aksara ini pada zaman dahulu umum ditulis menggunakan media alami seperti bambu, kulit kayu, dan sebagainya.

Berkenalan dengan Aksara Ogan
Aksara Ogan terdiri dari 23 aksara dasar dan 8 aksara sandang. Aksara dasar secara bawaan memiliki bunyi vokal ê pepet atau schwa (seperti pada kata sêdap). Hal ini unik mengingat aksara Nusantara lainnya umumnya memiliki bunyi bawaan a, bukan ê pepet, sekalipun dalam aksara Bali yang bahasanya memiliki logat ê pepet. Sementara itu, aksara sandang berfungsi untuk mengubah bunyi bawaan tadi menjadi bunyi-bunyi lainnya atau menghilangkan bunyi (menyisakan huruf mati saja). Selengkapnya lihat poster di bawah ini.

Sebagai catatan, aksara Ogan tidak membedakan bunyi u dan o sehingga penulisannya disamakan. Hal lainnya, kemungkinan bunyi i dan é (bunyi e seperti pada kata enak) juga disamakan karena penyamaan ini lebih lazim dalam bahasa-bahasa di Nusantara daripada menyamakan bunyi ê pepet dengan bunyi é. 

Papan nama Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ogan Komering Ulu menampilkan aksara Ogan, foto dari Google Maps.

Keraguan
Aksara Ogan masih perlu diteliti lebih lanjut sehingga aturan penulisan aksara dan lain-lain dapat diselaraskan dengan bukti-bukti naskah terdahulu. Hal ini penting karena terdapat banyak ketidakwajaran jika dibandingkan dengan aksara-aksara kerabat. Beberapa ketidakwajaran itu meliputi, (1) bunyi vokal bawaan ê pepet dan bukan a sehingga (2) memiliki aksara sandang a secara khusus; (3) banyak contoh penggunaan menyamakan bunyi ê pepet dan é, hal ini kemungkinan besar terganggu kerangka berpikir aksara Latin; (4) aksara Ogan tidak bisa menggabungkan aksara sandang. Penggabungan aksara sandang di aksara Nusantara lainnya sangat wajar ditemukan, sebagai contoh suku kata “kung” dapat dibuat dengan huruf dasar ka + sandangan u + sandangan ng. Hal ini tidak bisa dilakukan dengan aksara Ogan, jadi untuk menuliskan “kung” harus ditulis dengan huruf dasar ke + sandangan u + huruf nge + pemati vokal. Keanehan tersebut barangkali timbul akibat kerancuan bunyi bawaan ê pepet dan bunyi a atau kekeliruan pencatatan pada zaman dahulu.

Kamis, 16 November 2023

Melihat Kemiripan Aksara Hangeul dan Kawi

Sulit untuk membayangkan bahwa aksara Kawi dan Hangeul memiliki hubungan walaupun hanya sedikit saja. Keduanya berasal dari kebudayaan yang berbeda dan tidak memiliki keterikatan satu sama lain. Keduanya muncul di wilayah yang terpisah jauh dan memiliki sejarah perkembangan serta bentuk huruf dan bahasa yang berbeda pula.

Aksara Kawi dikenal sebagai sistem penulisan kuno yang digunakan secara meluas di Nusantara pada abad ke-8 hingga 16 Masehi, dengan prasasti dan naskah yang banyak ditemukan di Indonesia, Malaysia, Singapura, bahkan hingga Filipina; aksara pemersatu wilayah Nusantara pada zamannya. Hangeul, di sisi lain, adalah sistem penulisan yang dikembangkan di Korea selama abad ke-15 oleh Raja Sejong yang Agung dan para cendekiawan di istana Joseon. Hangeul dirancang sebagai aksara baru yang memudahkan orang untuk belajar membaca dan menulis, sebuah upaya untuk menggantikan aksara Tiongkok yang dianggap rumit dan tidak mudah dipelajari masyarakat luas.

Walaupun aksara Hangeul umumnya dianggap sebagai rekaan baru, terdapat satu pendapat bahwa aksara Hangeul sebenarnya mengambil sedikit ilham dari aksara Phagspa. Aksara ini dirancang oleh seorang biksu asal Tibet untuk Kekaisaran Yuan yang saat itu di bawah kekuasaan Mongol. Desainnya banyak terpengaruh oleh aksara Tibet yang merupakan salah satu anggota dari keluarga besar aksara-aksara Brahmi India. Oleh karena itu, sesungguhnya menjadi mungkin bagi kita untuk menarik garis keterhubungan antara aksara Hangeul di Semenanjung Korea dan aksara Kawi di Nusantara. Keduanya tidak sepenuhnya berasingan. Lihat bagan pohon di bawah ini untuk melihat kemungkinan hubungannya (karya Starkey Comics).

Beberapa huruf dalam aksara Hangeul dan Kawi memiliki kemiripan bentuk. Di antaranya pada huruf ra, da, ba, sa, ka, dan pa. Perlu dicatat, hal ini merupakan kemiripan umum yang hanya mengandalkan pengamatan visual semata, bukan pendapat berdasarkan keilmuan epigrafi atau semacamnya. Sedikit kemiripan ini akan memudahkan bagi pembaca aksara Hangeul dan aksara Kawi untuk mengenali aksara satu sama lain.