Sabtu, 11 Mei 2024

Perjalanan Lintas Waktu Tipografi Stasiun Tugu

Pada bulan April 2024, begitu saya turun dari Ranggajati di Stasiun Yogyakarta, mata saya langsung tertuju pada suatu papan tanda yang mungkin tidak banyak orang amati. Papan tanda itu adalah papan nama Stasiun Yogyakarta Pintu Timur (keberangkatan kereta api jarak jauh) yang bertuliskan “Jogjakarta”. Untuk pertama kalinya, saya menyadari bahwa fontasi yang digunakan pada papan nama itu sudah diganti dengan yang baru, menggunakan fontasi Arial khas dunia percetakan yang “asal cepat jadi”. Hanya beberapa hari sebelumnya, tulisan masihlah menggunakan desain yang lama. Saya langsung menyayangkan hal tersebut; bukan hanya karena penggunaan fontasi Arial yang terkesan tidak memiliki cita rasa, tetapi juga tergantikannya tipografi lama stasiun Yogyakarta yang ikonik dan memiliki nilai sejarah.

Sebelum digantikan, tipografi lama pada stasiun Yogyakarta menggunakan fontasi bergaya Seni Deko (Art Deco) dengan desain melonjong dan orientasi melebar ke samping; belum teridentifikasi nama fontasi yang digunakan atau malah merupakan sebuah karya kustom. Jika dipandang, corak tipografi ini seirama dengan keseluruhan tema arsitektur Stasiun Yogyakarta yang modern tetapi memiliki sentuhan dekorasi cantik di berbagai sudutnya. Kesemua huruf di papan nama lama disetel kapital dan diakhiri dengan satu tanda titik. Penambahan tanda titik pada papan nama stasiun adalah pengaturan yang tidak lumrah dan barangkali menjadi bernilai keunikan tersendiri. Tanda titik mungkin ditambahkan oleh pembuatnya agar tampak lebih seimbang antara sisi kanan dan sisi kiri dari keseluruhan bentang papan nama.

Dari penelusuran sumber-sumber fotografi lintas zaman, sejak didirikan pada 1887, Stasiun Yogyakarta atau yang juga dikenal sebagai Stasiun Tugu telah mengganti papan namanya berkali-kali. Catatan: tahun-tahun di bawah ini adalah tahun foto diambil atau dipublikasikan dan bukan merupakan tahun berubahnya papan nama stasiun Yogyakarta.

1886
Stasiun Yogyakarta atau Stasiun Tugu terlihat belum dipasangi papan nama. Bentuk gedungnya juga terlihat berbeda dengan yang kita kenali saat ini.

Foto Stasiun Yogyakarta atau Stasiun Tugu pada kurun waktu 1886, koleksi Rijksmuseum.

1935
Stasiun Yogyakarta atau Stasiun Tugu masih belum dipasangi papan nama. Akan tetapi, bentuk gedungnya sudah sama dengan yang kita kenali saat ini.

Stasiun Yogyakarta pada 1935. Foto dari Wikimedia Commons.

1972
Stasiun Yogyakarta telah memiliki papan nama yang tipografinya hampir sama dengan tipografi yang dikenal selama ini, tetapi dengan bentuk huruf yang lebih tegas dan bersudut. Media tipografi juga terlihat berbeda, menggunakan bidang logam yang dipasang ke dinding. Ejaan yang digunakan adalah “Jogjakarta” (terbaca Yogyakarta).

Foto tampak depan Stasiun Yogyakarta dan sebuah lokomotif. Foto oleh Frank Stamford.

1980
Tipografi papan nama Stasiun Yogyakarta berganti ke jenis huruf berkait (serif) dengan warna emas dan berlatar gelap. Ejaan yang digunakan tidak lagi “Jogjakarta” melainkan menggunakan huruf Y menjadi “Yogyakarta”. Penyesuaian ejaan ini mungkin dilakukan untuk berseleras dengan Ejaan yang Disempurnakan.

Stasiun Yogyakarta pada 1980. Foto oleh Agustin Wouters via akun Twitter ikirizky__.

2000-an Awal (?)
Papan nama Stasiun Yogyakarta berganti dengan tampilan fontasi berjenis nirkait (sans-serif). Kemungkinan papan ini adalah format pakem yang juga diterapkan di stasiun-stasiun lain, lengkap dengan logo KAI lama dan angka ketinggian stasiun di atas permukaan air laut. Ejaan yang digunakan adalah “Yogyakarta”.

Tidak ada informasi waktu pada foto di atas, tetapi kemungkinan pada permulaan tahun 2000-an.
Sumber foto dari Salimah Nur.

2008
Tipografi papan nama Stasiun Yogyakarta kembali berganti. Ejaan yang digunakan kembali ke “Jogjakarta”. Rancangan utamanya terlihat mengambil inspirasi dari papan nama yang pernah digunakan pada 1970-an. Huruf-hurufnya tidak terlalu timbul dan langsung menempel ke permukaan dinding tanpa adanya papan yang menjadi alas. Tipografi ini tampaknya merupakan desain yang bertahan hingga tahun 2024 dengan beberapa kali peremajaan.

Wajah Stasiun Yogyakarta pada 2008, terdapat dua papan nama.
Foto oleh Masgatotkaca.
Terdapat papan tambahan di bagian atas bertuliskan “Stasiun Yogyakarta”. Pada foto ini digunakan dua ejaan yang berbeda secara bersamaan.

Stasiun Yogyakarta 2013, foto oleh Crisco 1492.
2024
Fontasi papan nama Stasiun Yogyakarta yang telah digunakan beberapa tahun terakhir diganti ke fontasi Arial berwarna oranye. Hal ini merupakan salah satu dampak dari proyek “beautifikasi” alias pemugaran Stasiun Yogyakarta pada tahun 2024 yang berupaya memperindah berbagai aspek arsitektural dan tata letak stasiun ini.

Fasad Stasiun Yogyakarta pada 2024 setelah bagian papan namanya mendapatkan "beautifikasi".
Sumber foto dari akun Twitter Tirta Cipeng.
Penggantian gaya tipografi papan nama stasiun ini sempat ramai diperbincangkan di media sosial lantaran dianggap tidak selaras dengan kesatuan arsitektur bangunan. Jalur5, media dan komunitas seputar angkutan kereta api, juga memberitakan penggantian ini. Penggunaan fontasi Arial yang tampak wagu di antara unsur bangunan lawas menjadi pokok utama yang hangat dibicarakan. Jika menghendaki desain tipografi yang modern, pihak KAI sebenarnya bisa memanfaatkan fontasi korporat yang telah jamak digunakan untuk keperluan papan petunjuk jalan di area stasiun, yakni Circular Std.

2024 Terbaru
Setelah mendapatkan masukan dari warganet dan mungkin pihak-pihak lainnya, tidak selang berapa lama, papan nama Stasiun Yogyakarta kembali diubah. Namun kali ini rancangan papan nama tidak mengikuti desain tipografi sebelumnya yang digunakan pada contoh 1972 atau 2008 di atas, melainkan memanfaatkan desain yang sudah lama terpajang di bagian dalam Stasiun Yogyakarta.

Tampak depan Stasiun Yogyakarta terbaru yang bertahan hingga saat ini.
Sumber foto @hrpsatya. 
Desain sama persis mengacu pada tipografi papan nama bagian dalam Stasiun Yogyakarta yang bertuliskan “Yogyakarta”, tulisan berukuran besar yang akan terbaca begitu kereta memasuki area stasiun. Tulisan ini dipasang menempel ke dinding atas kawasan pertokoan dekat ruang tunggu penumpang. Rancangan fontasi terlihat tipis dan membulat dengan rupa huruf Y yang unik. Rancangan ini merupakan pilihan yang lebih bijaksana daripada menggunakan fontasi Arial yang sebelumnya dipakai.

Selingan

Keunikan bentuk huruf Y kapital yang agak terlihat seperti huruf y kecil pada tipografi papan nama Stasiun Yogyakarta kemungkinan besar diakibatkan oleh pergantian ejaan.

Huruf Y pada papan nama ini kemungkinan besar dulunya adalah huruf J yang kemudian diberi lengan tambahan,
menyesuaikan perubahan ejaan bahasa Indonesia dari huruf J → Y. Foto oleh akun Twitter @riloop.

Jika diamati lebih dekat, huruf Y pada papan nama di bagian dalam stasiun memiliki tambahan lengan yang tidak terlihat tertempel sempurna. Hal tersebut dapat dijadikan landasan bahwa tulisan mula-mulanya adalah “Jogjakarta” (menggunakan huruf J), tetapi kemudian mendapatkan lengan tambahan sehingga huruf J akan terbaca sebagai huruf Y. Penyesuaian tersebut dilakukan kemungkinan untuk menanggapi perubahan ejaan bahasa Indonesia dari Ejaan Republik yang masih kebelanda-belandaan ke Ejaan yang Disempurnakan (EYD).

Desain tipografi sering kali mampu menandai sebuah zaman. Kita bisa mengetahui kapan sebuah desain tipografi diciptakan atau era apa yang menginspirasinya. Penggunaan ulang desain tipografi warisan terdahulu untuk papan nama Stasiun Yogyakarta dapat dipahami sebagai upaya untuk mengingat dan menghadirkan kembali citra yang lebih sesuai dengan gaya arsitektur keseluruhan bangunan yang klasik. Dekorasi, kaca patri, tipografi, dan semua unsur menyatu bercerita kepada siapa yang mau melihat lebih dekat untuk melalui sebuah perjalanan waktu ketika memasuki Stasiun Tugu.