Sabtu, 16 Desember 2023

Belajar Aksara Ogan

Sumbagsel alias Sumatera Bagian Selatan merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang menyimpan kekayaan susastra. Di wilayah ini, aksara turunan Kawi berkembang ke dalam banyak ragam yang memiliki sedikit perbedaan satu sama lain. Walaupun berbeda-beda, terdapat istilah payung untuk menyebut keseluruhan rumpun aksara di wilayah selatan pulau Sumatera ini. Istilah tersebut dikenal dengan aksara Ulu atau kadang juga disebut sebagai Kaganga (diambil dari tiga huruf pertama). Beberapa anggota rumpun aksara Ulu meliputi aksara Lampung, aksara Rejang, aksara Incung, dan yang akan dibahas dalam tulisan ini, yaitu aksara Ogan.

Aksara Ogan adalah tulisan yang dikenal oleh masyarakat Ogan di Kabupaten Ogan Komering Ulu, Ogan Komering Ilir, dan Ogar Ilir di Sumatera Selatan dan sebagian wilayah Lampung. Akan tetapi, aksara Ogan sesungguhnya tidak terbatas pada suku Ogan saja, melainkan adalah aksara yang dikenal oleh empat suku yang mendiami lembah sungai Ogan, yaitu suku Ogan sendiri, suku Penesak, suku Rambang, dan suku Pegagan. Aksara ini pada zaman dahulu umum ditulis menggunakan media alami seperti bambu, kulit kayu, dan sebagainya.

Berkenalan dengan Aksara Ogan
Aksara Ogan terdiri dari 23 aksara dasar dan 8 aksara sandang. Aksara dasar secara bawaan memiliki bunyi vokal ê pepet atau schwa (seperti pada kata sêdap). Hal ini unik mengingat aksara Nusantara lainnya umumnya memiliki bunyi bawaan a, bukan ê pepet, sekalipun dalam aksara Bali yang bahasanya memiliki logat ê pepet. Sementara itu, aksara sandang berfungsi untuk mengubah bunyi bawaan tadi menjadi bunyi-bunyi lainnya atau menghilangkan bunyi (menyisakan huruf mati saja). Selengkapnya lihat poster di bawah ini.

Sebagai catatan, aksara Ogan tidak membedakan bunyi u dan o sehingga penulisannya disamakan. Hal lainnya, kemungkinan bunyi i dan é (bunyi e seperti pada kata enak) juga disamakan karena penyamaan ini lebih lazim dalam bahasa-bahasa di Nusantara daripada menyamakan bunyi ê pepet dengan bunyi é. 

Papan nama Dinas Pemuda Olahraga Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Ogan Komering Ulu menampilkan aksara Ogan, foto dari Google Maps.

Keraguan
Aksara Ogan masih perlu diteliti lebih lanjut sehingga aturan penulisan aksara dan lain-lain dapat diselaraskan dengan bukti-bukti naskah terdahulu. Hal ini penting karena terdapat banyak ketidakwajaran jika dibandingkan dengan aksara-aksara kerabat. Beberapa ketidakwajaran itu meliputi, (1) bunyi vokal bawaan ê pepet dan bukan a sehingga (2) memiliki aksara sandang a secara khusus; (3) banyak contoh penggunaan menyamakan bunyi ê pepet dan é, hal ini kemungkinan besar terganggu kerangka berpikir aksara Latin; (4) aksara Ogan tidak bisa menggabungkan aksara sandang. Penggabungan aksara sandang di aksara Nusantara lainnya sangat wajar ditemukan, sebagai contoh suku kata “kung” dapat dibuat dengan huruf dasar ka + sandangan u + sandangan ng. Hal ini tidak bisa dilakukan dengan aksara Ogan, jadi untuk menuliskan “kung” harus ditulis dengan huruf dasar ke + sandangan u + huruf nge + pemati vokal. Keanehan tersebut barangkali timbul akibat kerancuan bunyi bawaan ê pepet dan bunyi a atau kekeliruan pencatatan pada zaman dahulu.